PENDAHULUAN

Tanaman jambu mete (Anacardiun accidentale L) merupakan komoditas ekspor yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi dan relatif stabil dibanding komoditas ekspor Indonesia lainnya. Nilai ekspor Indonesia dari gelondong mete pada akhir 2006 mencapai US $ 409.081.000 dengan volume 494.471 M/ton (BPEN, 2007). Harga jual dalam negeri pun cukup tinggi, saat ini berkisar antara Rp. 65.000 – Rp. 77.000/kg. Selain menghasilkan gelondong dan kacang mete, tanaman jambu mete menghasilkan pula minyak laka dan produk lain yang diolah dari buah semu. Tanaman ini menghendaki iklim kering sehingga sangat potensial untuk dikembangkan di Kawasan Timur Indonesia, yang umumnya mempunyai kondisi alam yang cocok dengan persyaratan tumbuh dari komoditas tersebut.

Status tanaman jambu mete yang semula merupakan tanaman penghijauan beralih menjadi komoditas unggulan, sehingga dirasakan perlu adanya penekanan pola pengembangan yang berorientasi agribisnis. Usahatani jambu mete masih menguntungkan.

METODE PEMECAHAN MASALAH

Permasalahan utama pada usaha tani jambu mete di Indonesia terletak pada produktivitas dan mutu kacang mete yang masih rendah, sehingga harganya lebih rendah dibandingkan kacang mete negara lain (Ferry et al., 2001). Areal pengembangan sudah cukup luas dengan penghasilan utama saat ini propinsi Nusa Tenggara Timur. Luas keseluruhan jambu mete di Indonesia 595.111 ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006).

Upaya pengendalian hama jambu mete telah dimulai dengan menggunakan berbagai komponen sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan PHT jambu mete pada tahun 2001, namun usaha ini belum memberikan hasil yang optimal karena pengendalian masih bersifat parsial. Makalah ini mengemukakan perkembangan jambu mete di Indonesia, masalah hama utama jambu mete, upaya-upaya serta strategi pengendalian di masa mendatang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknik Pengendalian Penelitian pengendalian hama terpadu (PHT) jambu mete baru diprioritaskan pada tahun 2001, oleh sebab itu upaya pengendalian di lapang belum bernafaskan ”PHT” dan masih bersifat komponen-komponen yang sebelum tahun 2001 sebagian besar menggunakan pestisida kimiawi.

Perbaikan-perbaikan teknologi pengendalian telah dilakukan yang merupakan rakitan dari hasil penelitian di daerah sentra produksi dan laboratorium. Sampai dengan tahun 2004, banyak informasi yang telah dihasilkan seperti dinamika populasi (Siswanto et al., 2003; Mardiningsing et al., 2004), identifikasi musuh alami (Karmawati et al., 1999; Karmawati et al., 2001; Karmawati et al., 2004; Purnayasa, 2003; Wikardi et al., 2001) dan jenis-jenis pestisida nabati (Subiyakto, 2003).

Teknologi-teknologi tersebut telah berulangkali disosialisasikan untuk diterapkan oleh petani dikebun jambu mete, karena visi dari kegiatan PHT adalah kemandirian petani dalam mengambil keputusan dengan pengelolaan sistem kebun berdasarkan prinsip-prinsip PHT untuk meningkatkan kesejahteraannya. Evaluasi terhadap hasil perbaikan belum memberikan hasil yang memuaskan, terbukti serangan hama di salah satu sentra produksi makin meluas.

Strategi Pengendalian

Teknologi budidaya termasuk PHT jambu mete sebagian besar telah ditemukan dan sebagian menjadi teknologi tepat guna, namun pengembangan teknologi tersebut di tingkat petani tidak selalu mudah. Pengendalian hama selalu dirasakan menjadi salah satu input yang memberatkan bagi petani. Apabila teknologi yang diterapkan belum mampu menekan biaya produksi dan meningkatkan pendapatan serta tidak mudah untuk dilaksanakan, maka teknologi tersebut belum sesuai bagi kondisi petani kecil di Indonesia. Teknologi yang diperlukan adalah yang bersifat efektif, efisien, aman, murah dan mudah dilakukan. Oleh sebab itu strategi yang prospektif digunakan untuk mengembangkan PHT adalah :

a). pemanfaatan dan perekayasaan lingkungan pertanaman jambu mete (kembali ke prinsip dasar PHT) serta ;

b). pengkajian skala luas di beberapa agroekologi sekaligus melanjutkan pembinaan pemandu dan petani dalam wadah SLPHT.

Pemanfaatan lingkungan pertanaman sangat erat hubungannya dengan SLPHT karena kegiatan pokok dan SLPHT adalah analisis agroekosistem dan pengambilan keputusan. Seluruh peserta berpartisipasi aktif dalam pengumpulan data aktual lapangan, pengkajian data dan pengambilan keputusan manajemen lahan. Kegiatan analisis agroekosistem ini bermanfaat dalam penajaman ”pandangan” petani dan petugas terhadap ekologi lokal serta memudahkan proses pengelolaan ekologi lokal.

Strategi Penelitian

Sebagian besar penelitian jambu mete sampai saat ini masih bersifat parsial, mengacu pada kegiatan-kegiatan penelitian monodisiplin, terpotong-potong serta lebih banyak berorientasi pada cara berfikir dan kepentingan peneliti. Oleh karena itu kegiatan penelitian belum dapat mengatasi permasalahan yang nyata yang dihadapi oleh petani untuk mengambil keputusan dalam ekosistem yang dinamis.

Langkah strategis yang perlu dilakukan untuk menjembatani antara penelitian dan permasalahan di lapang adalah :

(a) Melakukan inventarisasi parasit dan predator dan cara perbanyakannya di laboratorium serta mencari varietas yang tahan terhadap serangan hama.

(b) Melakukan penelitian toksikologi dan stabilitas mutu untuk meningkatkan kesadaran petani dalam menggunakan pestisida nabati dan agens hayati.

(c) Mengingat kegiatan PHT sekarang berdasarkan ekologis yang berorientasi pada pengelolaan ekosistem, maka kegiatan penelitian harus bersifat integratif dan komprehensif, yang dilaksanakan oleh suatu tim peneliti yang lintas disiplin yang tidak terbatas oleh tim perlindungan tanaman, karena stabilitas suatu ekosistem ditentukan pula oleh faktor lain seperti penelitian varietas, keragaman tanaman serta iklim mikro disekitarnya.

(d) Untuk mendukung paradigma PHT yang baru ini diperlukan penelitian sosial ekonomi mengingat keadaan sosial ekonomi petani Indonesia yang rumit, spesifik dan dinamis, agar teknologi yang dihasilkan efektif dan efisien.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, kesimpulan yang dapat diberikan adalah :

1. Pengembangan jambu mete di Indonesia selain ditujukan untuk konservasi juga untuk peningkatan nilai tambah petani dan peningkatan devisa.

2. Perubahan ekosistem pada lingkungan jambu mete menimbulkan masalah serangan hama. Jenis serangan hama utama berubah seiring dengan berjalannya waktu, oleh sebab itu strategi pengendalian ke depan adalah pengelolaan habitat yang dilakukan secara bijaksana dengan melengkapi sumber-sumber energi yang diperlukan.

3. Strategi penelitian jambu mete ke depan adalah :

a) Melakukan inventarisasi parasit dan predator dan cara perbanyakannya di laboratorium serta mencari varietas yang tahan terhadap serangan hama.

b) Melakukan penelitian teknologi dan stabilitas mutu pestisida nabati dan agens hayati.

c) Penelitian tidak terbatas pada tim perlindungan saja tapi multidisiplin, dan

d) Penelitian sosial ekonomi pendukung.

Sumber: Di ambil dari publikasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Kementerian Pertanian, Republik Indonesia.